Monday, January 31, 2011

Doa Setelah Sholat Dhuha

Doa Setelah Sholat Dhuha
Doa sesudah sholat dhuha
Doa sesudah sholat dhuha

ALLAHUMMA INNADH DHUHA-A DHUHA-UKA, WAL BAHAA-A BAHAA-UKA, WAL JAMAALA JAMAALUKA, WAL QUWWATA QUWWATUKA, WAL QUDRATA QUDRATUKA, WAL ISHMATA ISHMATUKA. ALLAHUMA INKAANA RIZQI FIS SAMMA-I FA ANZILHU, WA INKAANA FIL ARDHI FA-AKHRIJHU, WA INKAANA MU’ASARAN FAYASSIRHU, WAINKAANA HARAAMAN FATHAHHIRHU, WA INKAANA BA’IDAN FA QARIBHU, BIHAQQIDUHAA-IKA WA BAHAAIKA, WA JAMAALIKA WA QUWWATIKA WA QUDRATIKA, AATINI MAA ATAITA ‘IBAADAKASH SHALIHIN.

Artinya: “Wahai Tuhanku, sesungguhnya waktu dhuha adalah waktu dhuha-Mu, keagungan adalah keagunan-Mu, keindahan adalah keindahan-Mu, kekuatan adalah kekuatan-Mu, penjagaan adalah penjagaan-Mu, Wahai Tuhanku, apabila rezekiku berada di atas langit maka turunkanlah, apabila berada di dalam bumi maka keluarkanlah, apabila sukar mudahkanlah, apabila haram sucikanlah, apabila jauh dekatkanlah dengan kebenaran dhuha-Mu, kekuasaan-Mu (Wahai Tuhanku), datangkanlah padaku apa yang Engkau datangkan kepada hamba-hambaMu yang soleh”.

Tuesday, January 4, 2011

الدار السلام

KONSEP JANNAH (SURGA) DALAM AL-QURAN
(Kajian Tafsir Bayani)

A. Pendahuluan
Surga sebagai ganjaran bagi orang yang berbuat baik kelak di akhirat adalah sebuah persoalan eskatologis atau masalah gaib. Tidak seorang yang bisa mengklaim dirinya bahwa dia bisa mengetahui persoalan gaib kecuali hanya bersifat ramalan. Hanya Allah jua satu satunya yang mampu mengetahui persoalan gaib secara akurat. Masalah surga hanya dapat diketahui melalui kitab suci yang notabene firman Allah. Dalam Al-Quran dan hadits Rasulullah dikatakan sebagai berikut:
فلا تعلم نفس ما أخفي لهم من قرة أعين جزاء بما كانوا يعملون[1]
… فيها ما لا عين رأت ولا أذن سمعت ولا خطر على قلب بشر[2]
Artinya: “…Di dalam surga terdapat sesuatu yang tidak pernah terlihat oleh mata, tidak pernah terdengar oleh telinga dan tak pernah terbayang di benak manusia”
Pemahaman penulis tentang surga berbeda dengan para mufassir sebelumnya yang lebih cenderung memahami surga seperti apa yang tersurat dalam al-Qur’an. Namun bukan berarti bahwa pemahaman saya ini mutlak benar tetapi relatif sebagaimana relatifnya penafsiran ulama-ulama terdahulu. Yang paling mengetahui maksud Al-Qur’an tentulah Allah sendiri, kita manusia hanya menerka maksud Allah
Dalam makalah ini penulis berusaha menelusuri semua ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang berbicara tetang surga kemudian menganalisisnya melalui pendekatan sastra arab atau yang lazim disebut dengan tafsir bayani. Metode tafsir bayani inilah yang menjadi cikal bakal tafsir maudui yang sedang menjadi trend di kalangan mufassir atau di lembaga-lembaga yang mempelajari Al-Qur’an. Adapun hadis-hadis yang berbicara tentang surga penulis agak mengabaikannya mengingat hadis-hadis cukup problematis dari segi validitas.
B. Defenisi Jannah
Kata jannah secara etimologis berasal dari جن (janna) yang berarti الستر (penutup atau tertutup). Dengan demikian jannah yang dituju oleh orang muslim sebagai ganjaran di akhirat masih tertutup (tersembunyi) hari ini. Kata jannah juga berarti البستان (kebun, taman) karena tanahnya tertutup oleh oleh pohon-pohon[3]. Dari kata janna pula muncul kata جِنَّة (jinnah, sekelompok jin) dan جنين (janin) yang keduanya bersifat tersembunyi atau tertutup, demikian pula جن (jin, mahluk yang tersembunyi), مجنون (gila, yang tertutup akal sehatnya atau kerasukan jin) dan جُنَّة (junnah, perisai yang melidungi (menutupi) diri dari serangan lawan)[4] sehingga surga seperti taman yang tersembunyi di balik perisai atau tirai dimana setiap orang bahkan mahluk haluspun tergila-gila padanya.
Kata jannah dengan seluruh kata yang seakar dengannya terulang sebanyak 201 kali, sementara lafal jannah sendiri terulang 144 kali; 87 kali di surah makkiyah dan 57 kali di surah madaniyah; 68 dalam bentuk mufrad, 7 dalam bentuk mutsanna dan 69 dalam bentuk jamak.[5] Kata jannah dalam al-Quran memiliki dua arti yaitu kebun dan surga. Jannah yang berarti kebun terulang sebanyak 25 kali pada 20 ayat yang tersebar di 12 surah; 10 surah makkiyah dan 2 surah madaniyah. Ayat-ayat tersebut antara lain sebagai berikut:
1. ومثل الذين ينفقون أموالهم ابتغاء مرضاة الله وتثبيتا من أنفسهم كمثل جنة بربوة أصابها وابل فآتت أكلها ضعفين فإن لم يصبها وابل فطل والله بما تعملون بصير[6]
2. وهو الذي أنزل من السماء ماء فأخرجنا به نبات كل شيء فأخرجنا منه خضرا نخرج منه حبا متراكبا ومن النخل من طلعها قنوان دانية وجنات من أعناب والزيتون والرمان …[7]
3. وهو الذي أنشأ جنات معروشات وغير معروشات والنخل والزرع مختلفا أكله والزيتون …[8]
4. وفي الأرض قطع متجاورات وجنات من أعناب وزرع ونخيل صنوان وغير صنوان …[9]
5. كلتا الجنتين ءاتت أكلها ولم تظلم منه شيئا وفجرنا خلالهما نهرا[10]
6. فأعرضوا فأرسلنا عليهم سيل العرم وبدلناهم بجنتيهم جنتين ذواتي أكل خمط …[11]
Sementara 119 kata jannah yang lainnya dapat diartikan surga[12]. Ayat-ayat tersebut antara lain:
1. وبشر الذين ءامنوا وعملوا الصالحات أن لهم جنات تجري من تحتها الأنهار كلما رزقوا منها من ثمرة رزقا قالوا هذا الذي رزقنا من قبل وأتوا به متشابها ولهم فيها أزواج مطهرة… [13]
2. والذين ءامنوا وعملوا الصالحات أولئك أصحاب الجنة هم فيها خالدون[14]
3. وقالوا لن يدخل الجنة إلا من كان هودا أو نصارى تلك أمانيهم قل هاتوا برهانكم…[15]
4. وسارعوا إلى مغفرة من ربكم وجنة عرضها السموات والأرض أعدت للمتقين[16]
5. ونادى أصحاب الجنة أصحاب النار أن قد وجدنا ما وعدنا ربنا حقا فهل وجدتم ما وعد ربكم حقا قالوا نعم فأذن مؤذن بينهم أن لعنة الله على الظالمين[17]
6. وأدخل الذين ءامنوا وعملوا الصالحات جنات تجري من تحتها الأنهار خالدين فيها بإذن ربهم تحيتهم فيها سلام[18]
Terlihat pada ayat-ayat diatas bahwa gambaran jannah yang berarti kebun dan yang berarti surga hampir tidak dapat dibedakan kecuali dengan melihat konteks pembicaraan. Demikian pula arti jannah sebagai kebun dan surga pada surah makkiyah dan madaniyah digunakan kedua-duanya, hanya saja arti jannah sebagai kebun lebih banyak digunakan pada surah makkiyah.
C. Nama-nama Surga
Ganjaran bagi orang-orang beriman di akhirat tidak selalu dinamakan jannah tetapi juga dengan nama-nama sebagai berikut:[19]
1. الذي أحلنا دار المقامة من فضله لا يمسنا فيها نصب ولا يمسنا فيها لغوب[20]
Dār al-muqāmah, dikatakan demikian karena para penghuninya tinggal selamanya di dalam dan tidak keluar lagi
2. إن المتقين في مقام أمين[21]
Maqām amīn: tempat atau keadaan aman dari segala gangguan
3. أما الذين ءامنوا وعملوا الصالحات فلهم جنات المأوى نزلا بما كانوا يعملون[22]
Jannāt al-ma’wā: taman kediaman, secara harfiah ma’wā berarti tempat berlindung
4. جنات عدن مفتحة لهم الأبواب[23]
Jannāt ‘adn: taman tempat tinggal
5. إن الذين ءامنوا وعملوا الصالحات لهم جنات النعيم[24]
Jannāt al-naīm: taman kenikmatan
6. لهم دار السلام عند ربهم وهو وليهم بما كانوا يعملون[25]
Dār al-salām: tempat yang aman dan damai
7. الَّذِينَ يَرِثُونَ الْفِرْدَوْسَ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ[26]
Al-firdaus: taman firdaus yang dalam bahasa Inggris disebut paradise
8. قُلْ أَذَلِكَ خَيْرٌ أَمْ جَنَّةُ الْخُلْدِ الَّتِي وُعِدَ الْمُتَّقُونَ كَانَتْ لَهُمْ جَزَاء وَمَصِيرًا[27]
Jannāt al-khuld: Taman kekekalan
9. وَبَشِّرِ الَّذِينَ آمَنُواْ أَنَّ لَهُمْ قَدَمَ صِدْقٍ عِندَ رَبِّهِمْ قَالَ الْكَافِرُونَ إِنَّ هَـذَا لَسَاحِرٌ مُّبِين[28]
Qadam shidq: kemuliaan dan tempat yang tinggi[29]
Keragaman nama-nama surga ini menunjukkan bahwa Tuhan begitu “ingin” mendekatkan arti surga kepada seluruh lapisan manusia. Hanya saja gambaran yang paling konkret dan paling mudah ditangkap adalah ketika menggambarkan surga dengan kata jannah, sehingga wajar jika pemakaian kata jannah lebih mendominasi kata yang lainnya. Keragaman ini bisa pula ditafsirkan sebagai sifat sifat surga.
D. Gambaran dan Fasilitas Surga
1. Luas surga seperti luasnya seluruh langit dan bumi, namun dapat pula dipahami makna luas disini berarti rasa lapang yang tak terterhingga
· وَسَارِعُواْ إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ[30]
2. Sungai-sungai di surga terdiri dari sungai air, susu, khamar dan madu
· مَثَلُ الْجَنَّةِ الَّتِي وُعِدَ الْمتقونَ فِيهَا أَنْهَارٌ مِّن مَّاء غَيْرِ آسِنٍ وَأَنْهَارٌ مِن لَّبَنٍ لَّمْ يَتَغَيَّرْ طَعْمُهُ وَأَنْهَارٌ مِّنْ خَمْرٍ لَّذَّةٍ لِّلشَّارِبِينَ وَأَنْهَارٌ مِّنْ عَسَلٍ مُّصَفًّى وَلَهُمْ فِيهَا مِن كُلِّ الثَّمَرَاتِْ…[31]
3. Istana dan tempat tinggal, guraf berarti sekat-sekat atau sejenis apartemen sedangkan masākin dari kata sakana yang berarti tinggal dan tenang sehingga masākin adalah tempat tinggal yang penuh ketenangan. Dalam hadis ada juga kata bait (tempat berlindung di waktu malam)[32]
· لَكِنِ الذين اتَّقوا ربَّهم لَهُمْ غُرفٌ مِنْ فَوْقِهَا غُرَفٌ مبنيَّة ٌ تجري مِنْ تَحتِهاَ…ا[33]
· يغفر لكم ذنوبكم ويدخلكم جنات تجري من تحتها الأنهار ومساكن طيبة في جنات عدن…[34]
4. Furniture surga antara lain furusy jamak dari kata firāsy berarti permadani, surur jamak dari kata sarīr yang sering diartikan ranjang. Pada kata surur tersirat kata sirr (rahasia) dan surūr (kegembiraan)
· متَّكِئِينَ فِيها على فُرُشٍ بَطَائِنُها مِنْ اسْتَبْرَقْ[35]
· متكئين على سرر مصفوفة وزوجناهم بحور عين[36]
· يطاف عليهم بصحاف من ذهب وأكواب وفيها ما تشتهيه الأنفس وتلذ الأعين…[37]
· و َيُطَافُ عَلَيْهِم بِآنِيَةٍ مِّن فِضَّةٍ وَأَكْوَابٍ كَانَتْ قَوَارِيرَاً[38]
· هم وأزواجهم في ظلال على الأرائك متكئون[39]
5. Menu Surga yang antara lain adalah buah-buahan yang mirip dengan yang pernah didapatkan didunia, daging burung dan minuman yang bercampur jahe
· …كُلَّمَا رُزِقُواْ مِنْهَا مِن ثَمَرَةٍ رِّزْقاً قَالُواْ هَذَا الَّذِي رُزِقْنَا مِن قَبْلُ وَأُتُواْ بِهِ مُتَشَابِهاً…[40]
· وفاكهةٍ ممَّا يتخيَّرون * ولحمُ طيرٍ ممَّا يشْتهون[41]
· وفاكهة كثيرة * لامقطوعة ولاممنوعة[42]
· ويسقون فيها كأسا كان مزاجها زنجبيلا * عينا فيها تسمى سلسبيلا[43]
6. Wanita atau pasangan di surga, hūr ‘īn adalah pasangan netral bisa perempuan bisa pula laki-laki, kata hūr seakar dengan kata hawāriyūn (teman setia nabi Isa) dan kata hiwār (bercakap-cakap), dengan demikian dapat diartikan sebagai pasangan setia dan teman bercakap-cakap. Sementara kata qāshirāt al-tharaf berarti wanita yang pandangannya terbatas pada pasanganya dan tidak suka melirik yang lain alias wanita setia
· وحور عين * كأمثال اللؤلؤ المكنون[44]
· وعندهم قاصرات الطرف أتراب[45]
· وعندهم قاصرات الطرف عين * كأنَّهُنََّ بَيضٌ مَكْنونْ[46]
· فِيهِنَّ قَاصِرَاتُ الطَّرْفِ لَمْ يَطْمِثْهُنَّ إِنسٌ قَبْلَهُمْ وَلاَ جَآنٌّ[47]
7. Pelayan Surga, adalah semacam pelayan restaurant yang mengedarkan minuman
· يطوف عليهم ولدان ٌ مخلدون * بأكوابٍ و أباريق وكأس ٍ من معين[48]
· ويطوف عليهم غلمان ٌ كأنَّهم لؤلؤ مكنون[49]
8. Pakaian dan Perhiasan, diantara perhiasan surga adalah sutra halus dan tebal dan gelang yang merupakan simbol-simbol kemewahan
· عَالِيَهُمْ ثِيَابُ سُندُسٍ خُضْرٌ وَإِسْتَبْرَقٌ وَحُلُّوا أَسَاوِرَ مِن فِضَّةٍ وَسَقَاهُمْ رَبُّهُمْ شَرَابًا طَهُورًا[50]
E. Pewaris Surga[51]
1. Taubat
· إلا من تاب وآمن وعمل صالحا فأولئك يدخلون الجنة ولا يظلمون شيئا[52]
2. Taat Kepada Allah dan Rasul
· ومن يطع الله ورسوله يدخله جنات تجري من تحتها الأنهار و من يتولى يعذبه عذاباً أليما[53]
3. Iman dan Amal Shaleh
· ومن يعمل من الصالحات من ذكر أو أنثى وهو مؤمن فأولئك يدخلون الجنة[54]
4. Taqwa
· تلك الجنة التي نورث من عبادنا من كان تقيا
5. Sabar
· وجزاهم بما صبروا جنة وحريرا[55]
6. Jihad māl dan nafs
· إِنَّ اللّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُم بِأَنَّ لَهُمُ الجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُون[56]َ
7. Takut kepada Allah dan menahan nafsu
· وأما من خاف مقام ربه ونهى النفس عن الهوى * فإن الجنة هي المأوى[57]
8. Istiqamah
· إن الذين قالوا ربنا الله ثم استقاموا تتنزل عليهم الملائكة ألا تخافوا ولا تحزنوا و أبشروا بالجنة التي كنتم توعدون[58]
F. Surga Nabi Adam
Dalam surah al-Baqarah terdapat ayat sebagai berikut:
وقلنا ياآدم اسكن أنت وزوجك الجنة وكلا منها رغدا حيث شئتما ولا تقربا هذه الشجرة فتكونا من الظالمين* فأزلهما الشيطان عنها فأخرجهما مما كانا فيه وقلنا اهبطوا بعضكم لبعض عدو ولكم في الأرض مستقر ومتاع إلى حين[59]
Pada umumnya ulama memaknai jannah pada ayat tersebut dengan jannat al-samā’ (surga langit yang dijanjikan) dan bukan sekedar taman yang ada didunia atau jannat al-ardh. Mereka memahami kata “اهبطوا “ pada ayat tersebut dengan “turun dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah”. Demikian pula pemakaian artikel “ال” pada kata “الجنة” membatasi kata tersebut menjadi jannah yang ada di langit. Ulama yang lain menganggap bahwa jannah yang dimaksud adalah sebuah taman yang ada didunia. Adapun kata ” اهبطوا” tidak mesti diartikan dengan “turun” tapi dapat pula dipahami dengan “berpindah kesuatu tempat” misalnya dalam Al-Quran QS. 2:61 terdapat ayat yang berbunyi ” اهبطوا مصرا “ (pergilah kalian ke sebuah kota).[60]
Menurut Muhammad Abduh “Terjadi kemusykilan jika memahami surga Nabi Adam dengan surga yang ada di langit. Kemusykilan tersebut: (1). Allah menciptakan Adam dan keturunannya sebagai khalifah di bumi dan bukan karena hukuman sehingga berada di bumi. (2). Tidak disebutkan bahwa setelah Adam diciptakan, dia diangkat ke langit. (3). Surga adalah tempat bagi orang bertakwa, bukan untuk si kafir Iblis, (4). Di surga tidak ada lagi taklīf, (5). Di surga tidak ada larangan untuk bersenang-senang, (6). Di surga tidak ada kedurhakaan.”[61]
Penulis sendiri memahami bahwa kata اهبطوا tetap diartikan dengan “turun” tetapi tidak mesti turun dari langit. Kata turun dapat pula berarti turun dari bukit atau tempat yang lebih tinggi dari dari sekitarnya. Ketika Nabi Nuh diperintahkan untuk turun dari perahunya dikatakan قيل يانوح اهبط بسلام .[62]Lebih jauh lagi bahwa kisah nabi Adam adalah kisah simbolik tentang drama kehidupan. Nabi Adam bukanlah person nabi Adam tetapi manusia keseluruhan. Malaikat dan iblis adalah simbol bahwa manusia memiliki potensi kebaikan dan kejahatan.[63] Kisah itu juga melambangkan betapa tinggi posisi manusia di bandingkan makhluk yang lain. Manusia dalam hirarki menempati posisi kedua setelah Tuhan. Mungkin itu pula hikmahnya mengapa manusia dilarang berbuat syirik karena akan merendahkan derajat manusia itu sendiri.
G. Hakekat Surga
Para Nabi dan Rasul diutus untuk membimbing manusia kepada jalan yang benar. Penunjukan seseorang untuk menjadi Rasul tentu bukanlah penunjukan secara semberono. Para Nabi telah dibekali oleh Allah dengan ilmu, kematangan dan kemampuan khusus untuk bisa menyampaikan risalahnya agar bisa diterima oleh kaumnya. Jaman Arab sebelum Islam digambarkan sebagai jaman jahiliyah, jaman kebodohan. Kebodohan disini bukanlah karena pada waktu itu tidak ada orang pintar, tetapi lebih disebabkan karena perilaku mereka yang telalu memperturutkan hawa nafsunya, mengumbar syahwat semaunya, sehingga nilai-nilai kemanusiaan jatuh pada titik terendah. Mereka menganggap bahwa tidak ada lagi kehidupan setelah kehidupan dunia sehingga mereka dengan bebas berbuat seenak perutnya karena tidak memeliki konsekwensi apapun kecuali di dunia ini sendiri. Wanita pada masa jahiliah tidak lebih dari pemuas nafsu sex belaka, mereka tak ubahnya benda yang dapat perjualbelikan dan pertukarkan. Bahkan lebih sadis lagi para bayi wanita sering dikubur hidup-hidup karena dianggap aib ketika memiliki anak perempuan. Merekapun sebenarnya percaya kepada Tuhan yang memiliki kekuatan diluar dirinya tetapi salah dalam mengidentifikasi Tuhan.
Nabi Muhammad datang membawa petunjuk Allah, sesuai dengan alam pikiran dan budaya pada masa itu atau dalam bahasa Al-Quran dikatakan dengan bilisāni qaumihi,[64] sehingga pesan Allah dapat menarik hati mereka dan merekapun mau melaksanakannya. Illustrasi surga –sebagai ganjaran jika mengikuti pesan Allah– dengan taman yang indah dan dipenuhi oleh kemewahan dan wanita cantik dapat diterima oleh alam pikiran mereka tentang keindahan dan kenikmatan, karena memang hakekat surga adalah keindahan dan kenikmatan tanpa batas. Dengan perlahan merekapun dapat digiring untuk menerima dan mengikuti petunjuk Tuhan, sehingga menjadi manusia yg beradab; kemudian ditanamkan di hati mereka kecintaan kepada Tuhan, dan kasih sayang terhadap sesama manusia. Dan ketika cinta kepada kepada Allah telah terpatri maka tidak ada lagi yang diinginkan kecuali kembali kepada-Nya. Seperti halnya Rabiah al-Adawiyah yang tak menginginkan lagi surga bahkan ingin membakarnya.
Surga meskipun itu dikatakan sebagai ganjaran atas perbuatan baik, tidaklah pantas dijadikan tujuan beribadah. Tanpa surga sekalipun, Tuhan memang layak untuk disembah, meskipun Tuhan tidak butuh disembah. Dialah yang menciptakan segala alam dengan segala keteraturannya, sebagai bukti keberadaa-Nya. Tujuan utama umat manusia beribadah kepada Tuhan bukanlah untuk mendapat pahala guna mencapai surga tetapi untuk mencari ridha Tuhan. Surga hanyalah efek samping dari proses tersebut.
Menurut Ibn al-Qayyim “Sesungguhnya hal terbaik di surga adalah kedekatan dengan-Nya, memandang-Nya, mendengar ucapan-Nya dan keridhaan-Nya. Benar! kerinduan terhadap makanan, minuman dan bidadari di surga merupakan sebuah kekurangan yang sangat apabila dibandingkan dengan kerinduan para pecinta Allah. Bahkan, keduanya sama sekali tidak dapat dibandingkan”[65].
Manusia adalah ciptaan Allah yang paling mulia. Di atas manusia hanya Allah swt. Surga –jika seandainya berbentuk fisik– hanyalah salah satu ciptaan Allah yang pada hakekatnya lebih rendah dari manusia. Itulah sebabnya mengapa Allah sangat mengutuk perbuaan syirik karena itu akan merendahkan derajat manusia itu sendiri. Tidaklah pantas bagi manusia merindukan sesuatu yang lebih rendah darinya di akhirat selain Allah. Dengan demikian surga sebenarnya hanyalah keadaan; suatu keadaan yang sangat indah dan memuaskan. Gambaran fisikal tentang surga hanyalah sebuah perumpamaan begitu indahnya hidup di dekapan Tuhan. Dalam ayat sebagai berikut dikatakan:
· مثل الجنة التي وعد المتقون تجري من تحتها الأنهار أكلها دائم وظلها..[66]
· مَثَلُ الْجَنَّةِ الَّتِي وُعِدَ الْمتقونَ فِيهَا أَنْهَارٌ…[67]
Kedua ayat diatas menyatakan bahasa pelukisan surga secara fisikal hanyalah perumpamaan atau amtsāl dalam istilah Ulumul Qur’an, majāz dalam istilah balagah, atau tanda dalam istilah semiotika.[68]Tidak dapat dipungkiri bahwa illustrasi jannah “Arab bangat” atau sangat sesuai dengan alam pikiran dan kondisi sosial Arab atau –meminjam istilah balaghah– muthābaqah li muqtadhā al-hāl. Memiliki kebun yang sejuk dan luas, rindang dan dipenuhi aneka macam buah serta gemercik air sungai merupakan obsesi terindah di tengah gurun pasir yang tandus dan panas. Jika seandainya Al-Quran turun pada orang Eskimo, maka mungkin akan lain lagi gambarannya. Surga mungkin digambarkan sebagai tempat yang hangat bahkan panas dan penuhi oleh matahari mengingat daerah mereka yang bersalju.
Karena surga hanyalah simbol kenikmatan, maka yang dibangkitkan di akhirat kelak bukanlah tubuh tetapi roh manusia. Roh tidak mengenal lagi gender, tidak mengenal laki laki, perempuan maupun setengah laki-laki, ini pula menepis tuduhan orang yang mengatakan bahwa surga orang Islam bias gender. Kemudian puncak kenikmatan surga adalah bersatu kembali dengan Sang Pencipta.
H. Penutup
1. Penamaan surga dengan jannah tidak bisa dilepaskan dengan kondisi geografis Arab yang tandus dan gersang. Konon obsesi terindah orang arab adalah memiliki kebun yang rindang oleh pohon dan buah-buahan. Kata jannah hanyalah salah satu dari sekian nama surga yang ada dalam Al-Quran, namun karena kata jannah inilah yang paling banyak di pakai sehingga surga selalu diidentikkan dengannya.
2. Arab pra Islam dikenal akan kepiawainnya dalam sastra, bahkan dikatakan di dunia ini tidak ada bangsa yang paling menggandrungi sastra ketika itu selain bangsa Arab. Al-Quran pun datang dengan segala ketinggian sastranya, termasuk pemakaian kata-kata metaforis. Salah satu obyek bahasa metefora atau majāz Al-Quran adalah ketika berbicara tentang surga. Surga adalah sesuatu yang abstrak, maka agar lebih mudah dicerna dan tangkap maka digambarkanlah dengan hal-hal yang konkret.
3. Hakekat surga bukanlah sebuah tempat tetapi keadaan; suatu keadaan yang sangat menyenangkan atau ultimate saticfaction, suatu kenikamatan tiada tara, tiada banding dan tak akan pernah terbayangkan.
Endnote

[1]QS. Al-Sajadah/32:17
[2]Muslim Ibn Hajjāj al-Naisabūri, Shahih Muslim, Juz VI, (Bairūt: Dār Ihyā’ al-Kutub al-‘Arabi), h. 2175
[3]Abū al-Husain Ahmad Ibn Fāris, Mu’jam Maqāyīs al-Lugah, (Bairūt: Dār al Fikr), h.201
[4]Al-Rāgib al-Ashfahāni, Mufradat Alfādz al-Qur’an, (Bairūt: al-Dār al-Syāmiyat), hh. 203-205, lihat pula Muhammad Ibn Mandzūr, Lisān al-Arab, Juz XIII,(Bairūt: Dār SHādir), h.95
[5]Muhammad Fu’ad al-Bāqi, Mu’jam al-Mufahras Li Alfādz al-Qur’ān al-Karīm, (Bairūt: Dār al-Fikr), hh. 229-232
[6]QS. Al-Baqarah/2: 265
[7]QS. Al-An‘ām/6: 99
[8]QS. Al-An‘ām/ 6: 141
[9]QS. Al-Ra‘ad/13: 4
[10]QS. Al-Kahf/18: 33
[11]QS. Al-Mu’minūn/23: 16
[12]Surga adalah alam akhirat yg membahagiakan roh manusia yg hendak tinggal didalamnya (dalam keabadian); 2 kayangan tempat kediaman Batara Guru (Siwa);Surgaloka, Tim Redaksi Kamus Bahasa Indonesia, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta:Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional), h. 1567.
[13]QS. Al-Baqarah/2: 25
[14]QS. Al-Baqarah/2: 82
[15]QS. Al-Baqarah/ 2: 111
[16]QS. Āli ‘Imrān/3: 133
[17]QS. Al-A’rāf/7: 88
[18]QS. Ibrāhim/14: 23
[19]Lihat pula Ahmad Kālu, Asmā’ al-Jannah fi al-Qur’an, (http://www.w3.org/1999/xhtml, diakses tanggal, 10 Januari 2009)
[20]QS. Fāthir/35: 35
[21]QS. Al-Ahzāb/33: 51
[22]QS. Al-Sajadah/32: 19
[23]QS. SHād/38: 50
[24]QS. Luqmān/31: 8
[25]QS. Al-An‘ām/6: 127
[26]QS. Al-Mu’minūn/23: 11
[27]QS. Al-Furqān/25: 15
[28]QS. Yūnus/10: 2
[29]al-Zamakhsyarī, al-Kasysyāf, Juz III,( Riyādh: Maktabah al-‘Abīkan), h. 114.
[30]QS. ²li Imran/3: 133
[31]ٍQS. Muhammad/47: 54
[32] من بنى مسجدا لله تعالى بنى الله له بيتا فى الجنة , Muslim, op. cit, Juz I, h. 378
[33]QS. Al-Zumar /39: 20
[34]QS. Al-Shaff/61: 12
[35]QS. Al-Rahmān/55: 54
[36]QS. Al-Thūr/52:20
[37]QS. Al-Zukhruf/43: 81
[38]QS. Al-Insān/76: 15
[39]QS. Yāsīn/36: 56
[40]QS. Al-Baqarah/2: 25
[41]QS. Al-Wāqiah/56: 20-21
[42]QS. Al-Wāqiah/56: 32-33
[43]QS. Al-Insān/76: 17-18
[44]QS. Al-Wāqiah/56: 22-23. Menurut Quraish Shihab “Menerjemahkan kata حور عين dengan bidadari telah menimbulkan kerancuan di kalangan sementara kaum muslim. Kata bidadari dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti dewi dari kayangan, dan perempuan yang elok berasal dari kata vidyadari yang dalam konsep Hinduisme mengandung makna pemuasan syahwat. Pengertian tersebut tidak sepenuhnya dikandung oleh kata حور عين. Dari segi bahasa kata حور عين terdiri dari kata حور yang merupakan jamak dari kata حوراء (jenis feminim) dan أحور (jenis maskulin). Makna حور adalah bulat, ada pula yang mengartikan dengan sipit sedangkan عين adalah jamak dari عيناء dan عين yang berarti bermata besar dan indah. Dengan demikian menerjemahkan حور عين dengan bidadari tidaklah tepat karena kata tersebut bersifat netral; bisa laki-laki bisa pula perempuan. Lihat Quraish Shihab, Mukjizat al-Qur’an Ditinjau Dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan Gaib, (Bandung:Mizan), h.103-104.
[45]QS. Shād/38: 52
[46]QS. Al-Shaffāt/37: 48-49
[47]QS. Al-Rahmān/55: 56
[48]QS. Al-Wāqi‘ah/56: 17-18
[49]QS. Al-Thūr/52: 24
[50]QS. Al-Insān/ 76:
[51]Lihat pula Was{f al-Jannah fi al-Qur’an wa al-Sunnah (CD al-Maktabah al-Syāmilah V.2),
[52]QS. Maryam/19: 40
[53]QS. Al-Fath/48: 17
[54]QS. Al-Nisā’/4: 124
[55]QS. Al-Insān/76: 12
[56]QS. Al-Taubah/9: 111
[57]QS. Al-Nāziat/79: 40-41
[58]QS. Fushshilat/41: 30
[59]QS. Al-Baqarah/2: 35-36
[60]Lihat Abū Hayyān al-Andalūsi, al-Bahr al-Muhīth, Juz. I, (Bairūt: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyah), h.308
[61]Muhammad ‘Abduh Tafsīr Al-Manār, Juz I,(Kairo: Dār al-Manār, Cet II, 1948), h. 278
[62]QS. Hūd/11: 48, Terjemahannya: dikatakan “Wahai Nuh turunlah dengan selamat”
[63]Lebih lanjut lihat Muhammad ‘Abduh op. cit., h.262
[64]Al-Qura’an menggunakan kata lisan (lidah) yang merupakan bagian dari alat ucap, mengapa tidak menggunakan gigi atau gusi misalnya padahal keduanya juga adalah alat ucap. Boleh jadi hal ini menggambarkan bahwa Al-Qura’n itu elastis sesuai dengan tingkat pemahaman pendengarnya atau dapat disesuaikan dengan keadaan.